oleh: M. Rizal “Kang Erte ” Ertiyanto
Santri yang biasa tergambar dengan kostum ndeso lengkap dengan baju koko, kopiah, dan sarungan, kini telah berevolusi. Dari yang tadinya kolot berubah menjadi trendi, bergaul dengan masyarakat dunia dan mulai mengambil peranannya.
Santri Zaman Now adalah istilah keren bagi santri masa kini, bagian dari generasi milenial yang tidak terlepas dari karakteristik kaum milenial. Seiring berkembangnya zaman, pengaruh media dan informasi turut mempengaruhi fenomena perubahan santri hari ini, terutama dalam pola pikir dan juga tingkah laku santri. Perilaku mulai dari kehidupan sosial, cara berpakaian, kisah asmara, semuanya mengalami berbagai perubahan. Selanjutnya tinggal bagaimana santri setelah lulus dapat mengistiqomahkan karakter kesantriannya ditengah godaan dan perang budaya kebarat-baratan dan ketimur-timuran di kalangan pemuda Indonesia.
Sejarah pun telah mencatat peran santri dalam mengabdikan dirinya bagi umat dan bangsa, tidak hanya pascakemerdekaan seperti saat ini, namun mulai dari sejak periode penjajahan hingga memperebutkan kemerdekaan. Resolusi Jihad merupakan salah satu dari banyaknya peran santri dalam membuktikan dedikasinya untuk negeri ini. Para santri menolak lupa, hingga akhirnya tanggal 22 oktober dinobatkan sebagai Hari Santri Nasional.
Namun seiring dengan berkembangnya zaman, dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara kian mengalami perubahan, salah satunya disebabkan cepatnya arus informasi melalui berbagai macam media yang mudah sekali diakses oleh semua orang. Perubahan ini tentu dapat bernilai positif bisa juga bernilai negatif tergantung bagaimana kita memfilter dampak yang dapat terjadi serta keteguhan dalam menjaga identitas sebagai santri.
Dugaan adanya upaya mengubah wajah Indonesia menjadi negara islam sedang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini, sebagai santri semangat kebhinekaan menjadi pegangan wajib untuk tetap menjaga keutuhan NKRI yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Bahkan, organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menolak dengan tegas atas upaya tersebut. Seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siradj “ NU dan Muhammadiyah sepakat bahwa Indonesia bukan Negara Agama, bukan Negara Suku, tapi Negara Kebangsaan “.
Indonesia diketahui sebagai Negara dengan mayoritas penduduk Islam terbesar di dunia. Namun, keputusan pendiri bangsa membuat Indonesia bisa hidup dengan beragam suku, ragam budaya, dan beragam latar belakang masyarakat. Itu menjadikan Indonesia terlihat semakin kaya.
Munculnya dugaan upaya mengubah Indonesia menjadi Negara Agama berkaitan dengan rencana pemerintah dalam membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI ). Rencana itu diterbitkan setelah pemerintah memastikan bahwa HTI merupakan gerakan anti Pancasila. Upaya pemerintah membubarkan HTI telah menimbulkan banyak sentiment negatif, tidak sedikit orang menganggap bahwa pemerintah tidak senang dengan keberadaan organisasi masyarakat yang berbasis agama Islam. Menanggapi hal tersebut, Wiranto sebagai Menko Polhukam menjelaskan bahwa kebijakan tersebut dilakukan pemerintah sebagai upaya menjaga kedaulatan bangsa, sehingga ketika kedaulatan bangsa terancam pemerintah harus bergerak. “Kita ndak perlu rebut, karena yang dilakukan pemerintah bukan wujud kesewenang-wenangan, bukan kebencian terhadap ormas Islam, tapi untuk menjaga kedaulatan bangsa”, tegasnya.
Mengutip dawuh KH. Mustofa Bisri, “INDONESIA adalah rumah kita. (Wajib) Dijaga, dirawat. Di sini kita dilahirkan, tumpah darahmu di sini, di sini kita bersujud di tanahnya, di sini kita menghirup udaranya, di sini kita akan dikebumikan kembali. Makanya ketika Indonesia dijajah oleh sekutu para Kyai menggembor-gemborkan untuk jihad fardhu ‘ain”, kita sebagai santri seharusnya ada di barisan terdepan mengawal Indonesia dan taat pada Kyai. “Jika ada orang kok merusak rumahnya sendiri berarti itu adalah orang yang tidak waras”, imbuh Kyai yang sering disapa Gus Mus itu.
Alasan kenapa penulis mengangkat cerita ini adalah agar supaya jiwa nasionalisme dari kaum milenial dapat terbakar kembali untuk bersama-sama memajukan Indonesia melalui bidangnya masing-masing. Utamanya bagi kaum santri yang selalu mengedepankan akhlaq mulia sebagai identitasnya. Jangan Sekali – kali Melupakan Jasa Ulama’ (Jas Hijau), yang mana kedaulatan NKRI tidak terlepas dari peran penting Ulama’ dan Santri.
Menjadi generasi milenial tidak berarti kita harus modern dengan mengadopsi segala sesuatu yang baru, lantas menganggap sesuatu yang lama yang telah menjadi budaya kita sebagai suatu hal kuno dan tidak relevan lagi untuk dilakukan saat ini.
Budaya santri yang telah tertanam dalam diri tatkala menuntut ilmu di madrasah tercinta Pon Pes. MTs. MA NU ASSALAM mari selalu kita tunjukkan, banggalah karna kita santri, dan buktikan kepada dunia bahwa ASSALAM adalah madrasah yang mencetak kader-kader terbaik bangsa.